Jumat, 13 Agustus 2010

Beras Payo dan Dendeng Batokok Kerinci


Gunung Kerinci adalah gunung tertinggi di Sumatera. Ia menjadi kebanggaan dan mendapat tempat sendiri di mata para pendaki jika sudah menjejak puncaknya. Nama Gunung ini selain menjadi nama kabupaten di Provinsi Jambi juga menjadi penanda bagi ikatan etnik tersendiri di Jambi yang membedakan dengan Orang Jambi dan Suku Anak Dalam (lebih dikenal sebagai suku Kubu).
Jarak kerinci dengan ibukota provinsi Jambi terbilang jauh. Jika menggunakan kendaraan pribadi, dari Kota Jambi  bisa memakan waktu  sepuluh jam.  Dahulu, wilayah Kerinci sesungguhnya masuk kedalam provinsi Sumatera Barat. Tapi kemudian, saat provinsi Jambi dibentuk, wilayah ini oleh pemerintah pusat dimasukkan kedalam provinsi  Jambi.
Dataran tinggi Kerinci banyak ditemukan batu-batu dan perkakas peninggalan peradaban tua. Wajar saja sebab area ini dipercaya telah dihuni manusia sejak zaman batu. Memang, Pantai Barat Sumatera yang kebetulan adalah dataran tinggi (bukit barisan) dari Aceh hingga Krui Lampung penuh dengan peninggalan peradaban manusia sejak zaman batu besar. Karena peradabannya yang telah lama, maka makanan dari daerah barat sumatera juga beragam. lho apa hubungannya?Ini kesimpulan ngawur saya saja, bahwa peradaban yang tua dan kompleks  suatau wilayah akan sebanding dengan peradaban kuliner yang juga kompleks dari daerah tersebut.
Kembali ke laptop. Makanan khas Kerinci yang paling  terkenal adalah dendeng batokok. Dendeng daging lembu yang lembut karena digepok/tumbuk dengan batu hingga gepeng. Disajikan setelah dipanggang kembali dengan sambal merah nan pedas. Soal rasa, wah tak bisa saya gambarkan saat dagingnya masuk kedalam mulut. Hmmm. Apakah aksara dan angka bisa menjelaskan rasa nikmat?.
Dendeng ini akan paripurna kenikmatannya jika disantap dengan beras khas asal kerinci yang dinamakan Beras Payo Kerinci. Biasanya, warung makan asal kerinci akan menulis “Beras Payo Kerinci” di muka warung untuk menyatakan bahwa mereka hanya menyajkan dendeng batokok dengan beras tersebut, bukan beras asalan. Ini mirip dengan Warung Padang yang menulis “Bareh Solok” yang artinya Beras Solok. Kalau Bareh Solok di Jakarta saya tidak tahu apa benar berasnya asli diimpor dari Solok sana. Soalnya, rasanya kagak ada bedanya sih dengan beras biasa. Padahal rasakan gak bisa bohong.
Beras Payo Kerinci adalah beras nikmat, terasa pulen dengan bulir beras besar-besar. Ini adalah bibit padi asli Kerinci. Usia jenis padi ini mungkin sudah lebih dari lima abad. Seperti laiknya padi asli Nusantara lainnya, usia tanam padi payo hingga panen memakan waktu lebih dari enam  bulan. Batang padi beras payo juga terbilang tinggi. Ketinggian padi payo kerinci ini lebih dari pinggang orang dewasa. Bahkan hampir sedada.
Yang pasti, Beras Payo Kerinci dengan bulir padi yang besar-besar memang terasa nikmat berpadu dengan lauk-pauk asal kerinci khususnya dendeng batokok. Kalau anda berkunjung ke Jambi, jangan lupa mampirlah di Warung Makan Kerinci yang bertulis Beras Payo Kerinci.
Beras Solok Rp 10 Ribu per Kilo
Selasa, 10 Agustus 2010 | 12:54 WIB
MUARO BUNGO, TRIBUN - Harga kebutuhan bahan pokok (Sembako) di pasar tradisional Muaro Bungo cenderung bergerak naik. Melonjaknya harga lebih disebabkan semakin tingginya permintaan konsumen menjelang bulan Ramadhan.
Beberapa barang kebutuhan yang harganya naik, di antaranya gula, dari Rp 10 ribu menjadi Rp 11 ribu per kg, cabai melonjak naik dari Rp 36 ribu menjadi Rp 44 ribu per kg. Kenaikan harga juga terjadi pada bawang merah, baeang putih, tepung terigu, hingga beras.
Beras yang biasa dijual Rp 120 ribu per karung isi 20 kg untuk merek Belida, kini dijual dengan harga Rp 152 ribu per karung. Sedangkan merek Dewi biasanya dijual Rp 110 kini melonjak menjadi 140 per karungnya.
"Untuk beras Solok harganya Rp 10 ribu per kilo, biasanya harganya hanya Rp 6-8 ribu per kilo," kata pedagang manisan di Pasar Atas Muara Bungo, F Pran, Senin  (9/8).
Dikatakanya, sudah kebiasaan menjelang puasa harga kebutuhan pokok mengalami kenaikan, akibat meningkatnya permintaan.
Namun kenaikan harga saat ini masih dalam kondisi wajar. Belum begitu mengalami kenaikan, seperti harga cabai sempat mencapai Rp 60 ribu per Kg, dan sempat turun Rp 36 per kg, dan kini naik menjadi Rp 44 ribu per kg.
"Semuanya naik, sejak sepekan yang lalu, tapi untuk hari ini tidak seberapa yang mengalami kenaikan. Biasanya sehari menjelang puasa akan naik," tuturnya.
Pran mengatakan, kenaikan harga bahan pokok pada bulan puasa bisa mencapai 20 persen. "Biasanya seperti itu, mungkin karena meningkatnya permintaan dari masyarakat," ujarnya, seraya mengatakan sejak dua hari terakhir pembeli sudah mulai ramai dibandingkan pada hari sebelumnya.
Adanya kecenderungan kenaikan harga sembako di pasar tradisional Muara Bungo, dibenarkan kepala Dinas Koperasi, Perindustrian UKM, dan Perdagangan (Dikoperindag) Bungo, Drs Ibrahim Ahmad melalui kasi perdagangan Sumedi.
"Hari ini (kemarin, red) ayam kampung mengalami kenaikan dari Rp 33 ribu per kilo menjadi Rp 38 ribu per kilo," ujarnya, dan mengatakan untuk ayam potong masih normal.
Kenaikan harga sembako telah terjadi sejak sepekan yang lalu. Namun dua hari sebelum puasa belum ada harga yang mengalami kenaikan yang besar.
Terpisah, seorang ibu rumah tangga, Sulastri mencemaskan kenaikkan harga pada bulan puasa nantinya akan lebih tinggi. "Sudah lama harga barang naik terutama sembako. Kita harap di bulan puasa tidak ada lagi kenaikan, karena di bulan puasa kebutuhan kita akan meningkat," ujarnya.
Kenaikan harga kebutuhan pokok ini diprediksi akan terus berlanjut dari awal Ramadan hingga lebaran Idul Fitri mendatang.
Kota Solok
PDF
Print
E-mail

Written by Litbang Kompas   
Thursday, 31 March 2005
TIDAK hanya Benua Afrika yang memiliki Tanjung Harapan, Kota Solok juga memiliki Tanjung Harapan, yaitu salah satu dari dua kecamatan di kota itu. Apabila "Castle of Good Hope"--julukan Tanjung Harapan di Afrika Selatan dalam bahasa Inggris--begitu populer sebagai kota persinggahan para pelaut dari seluruh dunia, kota kecil di Sumatera Barat ini juga punya peran cukup signifikan dalam jalur yang menghubungkan Pulau Sumatera-Jawa.

MEMANG, tak hanya kota yang berada di ketinggian 390 meter di atas permukaan laut ini saja yang dilintasi Jalan Lintas Sumatera. Namun, bila dibandingkan dengan dua kabupaten tetangganya yang juga dilewati jalan ini, kota yang berjarak 64 kilometer dari Padang ini jauh lebih ramai. Rumah-rumah berderet lumayan padat di sepanjang jalan, bukan kehijauan hutan di atas bukit seperti saat melintas di Kabupaten Solok dan Sawahlunto/Sijunjung.
Posisinya sungguh strategis. Terletak pada perpotongan rute yang menghubungkan kota-kota besar di Sumatera, seperti Medan, Padang, Bukittinggi, Pekanbaru, Bengkulu, dan Jambi. Letaknya yang beraksesibilitas tinggi didukung kehadiran Terminal Bareh Solok, yang artinya Beras Solok. Sarana transportasi yang berskala pelayanan regional mendorong peran kota ini menjadi simpul pergerakan penumpang dan barang. Terminal bertipe http://www.cimbuak.net/mambots/content/glossarbot/info.gifa ini dilewati oleh berbagai angkutan antarkota antarprovinsi atau AKAP maupun antarkota dalam provinsi atau AKDP.
Sayangnya, terminal kebanggaan ini mendapat tantangan berat. Seiring tajamnya penurunan harga tiket penerbangan, jumlah pengunjung terminal ini ikut melorot. Pada saat harga tiket penerbangan Jakarta-Padang Rp 650.000, sebuah perusahaan bus AKAP mampu mencari penumpang untuk empat bus. Namun, ketika biaya perjalanan naik pesawat berkurang hingga Rp 300.000 atau turun 46 persen, perusahaan angkutan darat hanya mendapat penumpang untuk satu bus. Maklum, selisih harga tiket bus dengan tiket pesawat sekitar Rp 250.000 hingga Rp 275.000. Tak heran, setelah naik 9,6 persen per tahun pada kurun tahun 1999 hingga 2001, pengunjung terminal turun 15,7 persen di tahun 2002.
Lepas dari merosotnya animo terhadap bus umum, kegiatan angkutan darat terbukti sebagai urat nadi perekonomian Solok. Sumbangan terbesar terhadap nilai total perekonomian dihasilkan oleh aktivitas transportasi jenis ini, 16,49 persen di tahun 2001. Bahkan, bila umumnya terminal besar dialokasikan di pinggiran (finger area) agar tak mengganggu berbagai kegiatan perkotaan yang lain, sarana transportasi yang memiliki pelayanan 24 jam ini justru berada di jantung kota, seakan menegaskan keberadaannya dalam struktur perekonomian makro.
Selanjutnya, kehadiran kota yang dilintasi tiga sungai ini sebagai titik penting pergerakan di Pulau Sumatera pun mendorong maraknya berbagai sektor, terutama kegiatan tersier. Kegiatan jasa dan perdagangan lebih terasa gemanya dibanding Kabupaten Solok dan Sawahlunto/Sijunjung. Tak heran bila kedua kabupaten beserta Kota Sawahlunto memosisikan diri menjadi wilayah belakang atau hinterland kota kecil ini.
Penduduk di kabupaten tetangga memanfaatkan sarana perbelanjaan di kota yang berada di gugusan patahan semangka Bukit Barisan ini untuk membeli berbagai barang kebutuhan. Sekitar 1.000 kios, 500 toko, dan 140 los tersedia setiap hari melayani konsumen. Meski perdagangan eceran mendominasi kegiatan perniagaan, terdapat juga perdagangan partai besar komoditas beras hasil persawahan lokal maupun kabupaten tetangga. Tanpa membedakan partai besar ataupun eceran, tak kurang dari 32 persen tenaga kerja terserap di kegiatan niaga ini.
Ramainya kegiatan pengangkutan dan juga jual beli sedikit banyak mendorong perkembangan properti. Kebutuhan ruang, termasuk tempat usaha, terus meningkat. Sumbangan kegiatan ini pun menduduki tiga terbesar, yakni 13,28 persen.
Seperti daerah lain, perkembangan sektor properti memicu konversi lahan hijau. Area hutan dan sawah yang selama ini masih dominan dalam tata guna lahan kota ini terus terancam. Hampir separuh permukaan tanah di kota yang luasnya 0,14 persen dari Provinsi Sumatera Barat masih tertutup persawahan dan hutan, dengan rincian hutan 24 persen dan sawah sekitar 22 persen dari luas kota.
Selain luasannya mendominasi, tenaga kerja yang terserap juga cukup banyak. Menurut sensus penduduk tahun 2000, lebih kurang 11 persen tenaga kerja berkecimpung dalam usaha budidaya tanaman pangan. Keberadaan pertanian di tengah-tengah kota ini menjadi sesuatu yang unik, namun sekaligus bisa menimbulkan masalah di kemudian hari.
Persawahan yang terkonsentrasi di pusat kota salah satunya disebabkan oleh morfologi yang landai. Bagian barat dan utara yang berbatasan dengan kabupaten lain cenderung berbukit-bukit, ladang dan kebun terlihat di kiri kanan. Sayangnya, bagian kota yang bisa dicapai dengan mobil pribadi tak sampai satu jam ini tak bisa dijangkau kendaraan umum.
Menggulirkan roda perekonomian sebuah kota memang tak gampang. Dengan sumber daya alam terbatas serta minimnya dukungan aparat yang berkinerja tinggi, pemerintah kota (pemkot) harus mencari langkah-langkah tepat untuk menentukan nasib kota di masa datang. Lapangan usaha yang berprospek cerah dapat digarap lebih optimal. Misalnya, usaha angkutan dan komunikasi yang diperkirakan menjadi peluang bagus yang harus dimanfaatkan. Partisipasinya terhadap nilai total perekonomian kota terus tumbuh 4,38 persen per tahun selama tahun 1999-2001.
Selain perekonomian, pemkot memiliki pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Peleburan Kota Solok ke Kabupaten Solok akibat minimnya jumlah kecamatan mengancam keberadaan pemerintah kota. Alternatif pemecahan antara lain dengan meminta beberapa kecamatan dari kabupaten tetangga. Sayangnya, ini tak mudah karena berhubungan berbagai hal, misalnya hilangnya pendapatan asli daerah serta dana alokasi umum kabupaten yang merelakan kecamatannya. Sementara itu, pemekaran dua kecamatan yang sudah ada juga tak bisa semata-mata untuk mencapai kuota jumlah kecamatan. Pertanyaan besar apakah pelayanan kepada masyarakat dapat lebih ditingkatkan dengan pemekaran kecamatan harus bisa dijawab. Apa pun jalan yang diputuskan, jangan sampai Solok justru menjadi "Castle of No Hope".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar